Rabu, 23 Mei 2012

PANTUN RINDU




Ini dia:

Juara 1 - Farieezez Pasmada SuraBaya

Putri raja putri kayangan
Pake mahkota diatas kepala
Rindu suara bisa telponan
Rindu raga harus berhumpa

Dan ke- 3 pantun yang juga akan disimpan di blog:

1. Dheera sii Aremania

Lagu sayang tak terurai
Jejaki biarkan kaku
Rindu yang tak pernah usai
Meski kau acuhkan aku

2. Aji Tofa

Lebah sengat memakan madu
Terguling jatuh di atas paku
Sekarang aku sangat merindu
Ketika kau acuhkan aku

3. Dheera sii Aremania

Hendak piluku berubah
Dakulah gunakan sihir
Tak tahu sampai kapankah
Rindukupun kan berakhir 



SALAM PENA!

GOMBAL TIDAK BIKIN GEMBEL


- Bapak kamu tukang sol sepatu, ya?
- Kok tahu?
- Soalnya kamu selalu bisa memperbaiki hatiku dengan cintamu :D
- Bapak kamu insyinyur ya?
- Kok tahu?
- karena cintamu telah mendisain bangunan asmara di hatiku
Rossy Blackmonster

- Bapak kamu penjual kantong kresek ya?
- Kok tahu?
-
Pantesan kamu dapat membungkus hatiku

Ama Lia

- Bapak kamu tukang makan, ya?
- Kok tahu?
- Karena kamu seperti garam, tanpamu aku bagai sayuran hambar...

Selasa, 15 Mei 2012

FLASH FICTION


Selamat Tinggal, Bromo!

            Dengan rasa yang berdebar, ragaku terdiam bak patung yang berada didalam kedinginan hari. Dengan temperatur dingin nan sejuk dan lautan pasir yang luas, membentuk sebuah tempat pariwisata yang menarik.

            Kini aku menjadi saksi dengan kedua bola mataku sendiri yang melihatnya. Perjalanan matahari untuk menampakkan diri dari timur, di mana aku dan kedua orang tuaku bisa menatapinya di atas pijakan area kawah Gunung Bromo, yang bergaris dari utara-selatan lebih kurang 800 kilometer dan timur-barat lebih kurang 600 kilometer.

            Tempat asyik dan menakjubkan yang bisa di rekomendasikan sebagai salah satu tempat pariwisata paling menyenangkan di Indonesia, dengan segala keunikan yang tiada duanya.

            Bromo ini termasuk salah satu dari lima gunung di komplek pegunungan Tengger, Jawa Timur, Indonesia. Bentuk tubuhnya yang unik karena bertautan antara lembah dan ngarai dengan kaldera atau biasa disebut lautan pasir yang memiliki luas sekitar 10 kilometer persegi.

            Sungguh tidak percaya, namun tetap harus mempercayainya bahwa aku telah berada di ketinggian sekitar 2.392 meter di atas permukaan laut, yang di ampit oleh empat wilayah kabupaten, antara lain; Probolinggo, Pasuruan, Lumaja dan Malang.

            kurasakan kesenangan ini yang sungguh luar biasa. Tapi tetap tidak berhenti untuk mewaspadai bahwa raga ini masih berada di area kawah Bromo, bukan di lingkaran berbahayanya yang berjari-jari 4 kilometer dari pusat kawah Bromo. Ya, tentu saja berbahaya karena jenis stratovulcano Bromo adalah aktif.

            Dan tidak berhenti begitu saja perjalanan wisata hebat ini. Aku terkesima setelah melihat banyak orang berbondong-bondong menuju bibir kawah Bromo untuk melempar sesajen ke dalam kawah. Membuat ketegangan hati ini semakin menjadi-jadi.

            Hingga saat waktunya pulang tiba dan kami dalam perjalanan menuruni Bromo, terdengar sebuah suara yang terkesan aneh bagiku. Ada apalagi? Tanyaku dalam hati. Banyak sekali hal-hal yang terjadi di sini, yang tidak kuketahui sebelumnya.

            Dengan cepat ayah dan ibu berlari menghampiri asal dari suara itu. Tanpa berpikir panjang aku pun mengikuti mereka dari belakang selama beberapa menit. Membuat napasku tersengal-sengal dengan pompaannya yang semakin cepat.

            Akhirnya kami tiba di mana suara aneh itu berasal. Ternyata asal suara itu terdengar dari pura yang berada di kaki Bromo. Terlihat olehku orang-orang yang seperti sedang melakukan upacara adat.

            “Oh, ini tempat upacara adat khas masyarakat Tengger. Hal ini hanya dikerjakan pada waktu-waktu tertentu saja,” bisik ibu padaku seakan hatinya mengetahui bahwa aku tidak mengetahui apa yang orang-orang itu lakukan.

            Diam-diam ayah malah mengambil foto dari belakang. Aku dan ibu hanya terkekeh kecil menatapi apa yang ayah lakukan.

            Huff…

            Banyak pengalaman menarik yang aku alami dari pariwisata hari ini. Sayangnya kami harus segera berpisah dengan Bromo. Memang, di mana ada pertemuan pasti ada perpisahan. Semoga di lain waktu, aku masih diberikan kesempatan hidup dari-Nya untuk menjumpaimu lagi. Senang berkenalan denganmu.

            Dan selamat tinggal, Bromo!

FLASH FICTION


LUPA
Oleh: Tha Artha 


Dede cemberut. Ia kembali menengok jam tangannya. Hampir pukul 12.00 WIB, artinya setengah hari terlewati. Namun yang dinantikannya tak muncul juga.

"Hei," ujar cowok berseragam putih biru itu seraya menyenggol lengan Firman yang asyik menulis. "Sekarang tanggal berapa?"

Firman berhenti mencatat. "23," jawabnya singkat.

"Adakah yang istimewa?"

"Ya," Dede senang mendengar jawaban itu. Dikiranya Firman akan mengucapkan selamat ulang tahun padanya. Ternyata, "Nanti malam MU lawan Juve. Dan tadi pagi Boncel beranak dua. Duaaaa." Firman mengacungkan jari tengan dan telunjuknya, bergaya Ayu Tingting di iklan mie instan.

Dede terdiam. Ia menatap Pak Muhammad, guru matematika SMP Nusa yang asyik menulis di papan. Tapi otak Dede tak memikirkan pelajaran siang ini. Ia memikirkan usianya yang keempat belas, miris, tak ada ucapan ataupun hadiah.

Sebenarnya hal ini bukan masalah besar. Namun bila tiada yang ingat hari pentingnya, kemungkinan dirinya pun tak dianggap penting oleh orang di sekitarnya. Bukankah hal demikian menyedihkan?

Begitu bel pulang berdering, buru-buru Dede membereskan peralatan sekolah miliknya. Ia ingin cepat sampai rumah dan mendapat ciuman hangat serta ucapan selamat dari Mama Papa.

Namun angan tinggallah angan. Tak ada sambutan dirinya di muka pintu rumah, pun ruangan tengah sepi. Pita warna-warni dan tart berlilin usianya tak dijumpainya.

Dede tak putus asa. Ia lalu ke kebun belakang karena dia pikir ada kejutan di sana. Ya, memang ada hal yang mengejutkan dirinya sebab puluhan tumbuhan mawar berjajar indah. Mama Papa sibuk menanam tumbuhan favorit Mama.

Dede lantas melangkah ke kamarnya.

"Pasti ada kado besar di sana," pikir Dede.

Tapi, nihil. Kondisi kamarnya masih sama dengan saat ditinggalkan, berantakan. Tidak ada kejutan. Tidak ada hadiah. Tidak ada ucapan. Tidak ada hari istimewa.

"Mungkin nanti malam," Dede masih optimis bila perayaan hari jadinya diundur hingga senja menghilang.

**

Jarum jam menunjuk angka sembilan, waktunya Dede untuk tidur. Tapi dia tak mau memejamkan mata. Ia tak mau melewatkan moment surprise di hari jadinya. Ia masih yakin akan ada kejutan besar dengan sikap kedua orang tua dan teman-temannya yang kura-kura dalam perahu.

"Sekarang masih tanggal 23. Hingga jam 11 malam pun masih hari ulang tahunku," katanya seraya mencoba tersenyum menghibur diri sendiri.

Dede masih membuka mata hingga pukul 23.59. Namun dia gusar, semenit lagi tanggal berganti, bukan ulang tahunnya lagi. Artinya di usia ke-14 dia menjadi orang tak terabaikan karena tak satupun mengingat harinya.

Hatinya semakin cemas saat jarum secon bergerak menuju angka sebelas, hampir tepat pukul 00.00 tanggal 24 Mei.

Tak lama, terdengar suara gaduh. Pintu kamarnya dibuka dan...

"Surprise! Happy birthday!"

Teriakan itu kontan mengagetkan Dede. Ia menoleh ke sumber suara. Dilihatnya Mama membawa tart berlilin 14 didampingi Papa dan Firman. Ia ingin tersenyum, tapi diurungkan. Saat ini tanggal 24, bukan hari ulang tahunnya.

"Kok gak seneng?" Firman mendekatinya.

"Sekarang sudah bukan hari ulang tahunku. Kalian terlambat, tanggal lahirku kan kemarin."

"Hah?" ucap Mama, Papa dan Firman bersamaan.

Mereka saling bertatapan, lalu meledaklah tawa ketiganya.

"Kamu baru bangun tidur ya sayang? Maklum kalau kamu masih ling-lung," Papa mengusap kepalanya.

"Ulang tahunku kemarin, Pa."

"Sekarang, sayang. Lahirmu di tanggal 24 Mei," Mama mencium pipinya, kemudian menyodorkan tart di hadapan putra tunggalnya. "Happy birthday! Ayo tiup!"

Dede terdiam. Ia perintahkan otaknya membongkar ingatan tentang tanggal lahirnya. Ditemukan. Memang benar dia lahir tanggal 24, bukan 23. Kontan dia terbahak sendiri hingga kedua orang tua dan sahabatnya menatapnya heran.

"Aku tiup ya, Ma?"

Dalam sekejap, Dede merasa menjadi orang penting sedunia. Tengah malam tiga orang terdekatnya rela begadang hanya demi merayakan hari bertambahnya usia Dede. Ia terharu, lalu meminta maaf karena telah berprasangka buruk. Ternyata dia yang melupakan tanggal lahirnya sendiri. Dasar!